Taat Hukum Di Negara Kekuasaan - Dr Zulkifli S. Ekomei
TAAT HUKUM DI NEGARA KEKUASAAN
Menjelang persidangan ke 3 Gugatan Pembatalan Amandemen UUD'45 untuk kembali ke UUD 1945, pada tanggal 9 Desember 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saya sebagai penggugat ingin menyampaikan beberapa prakiraan yang akan terjadi.
Pada persidangan kedua, tergugat Majelis Permusyawaratan
Rakyat telah mengirimkan kuasa hukum, sementara dari pihak turut tergugat yang
sudah mengirimkan kuasa hukum adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Partai
Persatuan Pembangunan.
Ada beberapa kemungkinan berkaitan dengan ketidakhadiran
kuasa hukum dari pihak turut tergugat, bisa jadi karena persoalan teknis,
misalnya panggilan dari pihak pengadilan belum sampai atau para turut tergugat
sedang mempersiapkan kuasa hukum, bisa juga karena unsur kesengajaan dengan
mengabaikan panggilan dari pengadilan, ya dianggap ngga penting.
Kalau ada unsur kesengajaan mengabaikan panggilan
pengadilan, maka ini suatu keadaan yang sangat memprihatinkan bagi Indonesia
yang dikenal sebagai negara hukum.
Saat ini sedang berkembang pendapat di masyarakat bahwa
Indonesia sudah berubah dari negara hukum menjadi negara kekuasaan, terbukti
banyaknya kasus pelanggaraan hukum yang diselesaikan dengan pendekatan
kekuasaan, selain tidak melalui proses hukum sering juga terjadi sesuai dengan
kehendak penguasa.
Ketika rakyat bicara tanah airnya, ketika rakyat bicara
keadaannya, ketika rakyat bicara kesulitannya, ketika rakyat bicara masa
depannya, ketika rakyat bicara kematiannya, negara selalu menjawab dengan;
"Kita negara hukum, menyelesaikan masalah sesuai hukum
dan perundang-undangan yang berlaku dengan seadil-adilnya"
Ketika rakyat melihat ketidak jelasan kinerja negara, ketika
rakyat merasakan ketidak netralan lembaga-lembaga aparatur terkait, ketika
rakyat mulai membangun kesadarannya dalam situasi-situasi ketidak percayaan,
negara selalu menjawabnya;
"Siapapun baik perorangan, kelompok dan golongan yang
melakukan tindak disintegrasi bangsa, maka ia dan orang-orang di antaranya
wajib diberikan sangsi hukuman yang sesuai demi tegaknya persatuan dan kesatuan
dalam mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya"
Saya jadi teringat Gusdur,
"Ini negeri seolah-olah, seolah-olah adil karena ada
pengadilan"
Banyak narasi ketimpangan hukum belakangan ini. Hukum juga
tebang pilih dan pandang bulu; kalau kamu sipit dan putih, kamu boleh melakukan
pelanggaran dan hukum akan berpihak kepadamu, hingga ada anekdot seperti itu.
Boleh disebut beberapa misalnya, soal penghinaan terhadap presiden yang
pelakunya kebetulan warga keturunan, akhirnya ya bebas melenggang tanpa hukuman,
dianggap anak-anak sedang berkelakar, bedakan sama anak STM pembawa bendera
merah putih yang hingga kini tak mendapatkan keadilan di balik jeruji besi,
semata karena dia ikut menyuarakan aspirasi rakyat dalam aksi mahasiswa tempo
hari. Dan masih banyak kasus persekusi rakyat yang dianggap oposisi.
Yang harus diperlakukan adil itu ya seluruh rakyat. Jangan
kalau pemerintahnya mulai main kayu terhadap oposisi lalu anda bersorak tepuk
tangan. Gimana keadaan mau adem?
Kalau ini dibiarkan terus terjadi, jangan heran kalau
kemudian masyarakat yang merasa hak hukumnya diinjak-injak akan menyelesaikan
ketidak adilan yang dialaminya dengan caranya sendiri. Karena pemerintah
sepertinya mengajari rakyat untuk 'main hakim sendiri.'
Semua memang baru berupa asumsi, mari kita tunggu dan amati
pada persidangan-persidangan berikutnya. Saya ingin melihat bahwa rakyat masih
merupakan pemegang kedaulatan tertinggi, sementara penegak hukum adalah hanya
pelaksana yang digaji rakyat. Bukan terlihat seperti negara berkeadilan karena
punya aparat peradilan atau hukum.
Mengakhiri catatan kecil menjelang persidangan ke-3 kalinya
ini saya kutip sebuah petuah seorang sahabat Nabi, Umar Bin Khatab :
Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu
Agar mereka berani melawan ketidak adilan.
Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu
agar mereka berani menegakan kebenaran.
Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu
agar jiwa-jiwa mereka hidup.
Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu.
Sebab sastra akan mengubah yang pengecut menjadi pemberani.
(Umar bin Khattab)
Salam Patriot Proklamasi,
dr Zulkifli S. Ekomei
Posting Komentar untuk "Taat Hukum Di Negara Kekuasaan - Dr Zulkifli S. Ekomei"